Jumat, 02 Oktober 2009

Dedikasi untuk Desi dan Jerryco


Mengenang Desi dan Jerryco (Jejer). Kucing-kucing yang pernah mampir dalam hidupku…

Yap, itu adalah sebaris kalimat yang akan kubuat di halaman depan novel anak yang sudah diterima oleh sebuah penerbit. Semoga pihak penerbit berkenan menerimanya. Karena dengan penambahan lembar persembahan ini, tentu saja penerbit harus menambah cost.

Desi dan Jerryco (biasa kupanggil Jejer), memang hanya 2 ekor kucing kampung. Desi berwarna kecoklatan, sedang Jejer berwarna putih berbelang hitam. Kemungkinan besar, keduanya juga tidak saling mengenal dan tidak bertalian darah.

Desi merupakan kucing pertama yang hadir di rumah. Aku tidak ingat pasti kapan awal aku mengenalnya. Mungkin sekitar tahun 2004 atau sebelumnya. Seperti kebanyakan kucing, awalnya dia hilir mudik di sekitar rumah, lalu mulai memasuki pintu yang terbuka dan berlari keluar rumah ketika seseorang memergokinya di dalam rumah.

Singkat kata, aku berteman dengannya. Kuberi nama Desi, meski kemudian aku tahu ternyata dia kucing jantan. Si Desi ini,manjanya minta ampun. Jika sedang berada di rumah, kemanapun aku melangkah, ia setia mengikuti dari belakang. Kalau aku duduk, dia langsung loncat ke pangkuanku. Bahkan tidak jarang ia tidur dalam kamarku.

Lalu, aku lupa tahun berapa, tiba-tiba Desi hilang begitu saja. Aku sempat mencari di sekitar rumah, bertanya pada tetangga sekitar. Semua mengaku tidak melihat apalagi membunuh Desi. Aku berpikir mungkin Desi telah bosan denganku dan pergi mencari tuan yang baru untuknya. Tapi dugaanku itu menjadi kabur ketika seorang tetangga berkata, setiap kucing memang akan pergi meninggalkan tuannya jika ajal akan segera menjemputnya.

Entah mengapa aku percaya dengan ucapan itu. Apalagi sebelumnya Desi juga pernah menghilang beberapa hari, tapi kutemukan di rimbunan bunga tetangga, sedang terkapar lemas. Kubawa pulang dan kujejalkan obat anti biotik ke dalam mulutnya. Dan ia sembuh kembali.

Akhirnya aku rela Desi pergi, kulepas ia menuju takdirnya……

Jejer datang dua tahun kemudian. Awalnya ia kutemukan berada dalam rumah pada tengah malam. Ketika keluar dari kamar, aku sempat terkaget melihat tubuhnya yang besar, lalu ia berlari cepat dari jendela kamar mandi belakang yang selalu terbuka.

Kemudian dia juga mulai datang ketika pagi hari, tapi berlari cepat saat bertemu dengan orang-orang di rumah. Aku mulai memancingnya dengan potongan-potangan ikan. Kuamati ia dari jauh. Sampai kemudian suatu hari ia bersedia memakan ikan langsung dari tanganku.
Ketika itu aku tahu ia akan menjadi sahabatku, pengganti Desi.

Kuberi ia nama Jerryco. Hari berikutnya ia akrab dengan panggilan Jejer. Ada yang unik dengan Jejer. Ia bisa tidur sepanjang pagi sampai sore hari. Ia biasa tidur telentang dengan sangat pulas. Bahkan ia tidak terbangun ketika aku mengangkat tubuhnya untuk memindahkan ia tidur di tempat lain.

Jejer sama manjanya dengan Desi. Saat aku tiduran sambil menonton tivi (biasanya malam hari) ia akan menelusupkan tubuhnya di sampingku. Menjadikan lenganku sebagai bantalnya. Tapi aku suka kesal dengan sikapnya di saat aku membaca koran, karena Jejer suka sekali menerjang-nerjang koran yang sedang kubaca. Mungkin maksudnya ingin bermain, tapi seringkali koran itu sobek karena ulahnya itu.

Aku menyukai Jerry. Mungkin lebih dari Desi. Apalagi kucing yang satu ini ligat sekali menangkap tikus. Tidak pernah naik ke atas meja makan apalagi lemari. Tidak pernah buang air di dalam rumah.

Dua hari menjelang Lebaran tahun ini, Jejer menghilang dari rumah. Aku tidak berpikir apa-apa, karena selama ia berada di rumah, tidak jarang dia keluar dari rumah untuk waktu beberapa jam. Satu hari, dua hari, tiga hari….aku mulai berpikir, mungkin Jejer juga sudah menuju takdirnya. Karena aku percaya dengan ucapan tetangga dulu. Setiap kucing akan pergi meninggalkan tuannya jika hendak menghadapi kematian.

Sekitar sepuluh hari setelah kepergian Jejer, anak kecil tetanggaku berkata, sebelum Lebaran melihat kucing berwarna hitam putih mati karena berkelahi dengan anjing tetangga yang lain. Anak kecil itu menunjukkan tempat dimana kucing dan anjing itu berkelahi. Dan aku sangat yakin, kucing itu pastilah Jejer, karena seringkali Jejer bermain atau buang air di tempat yang ditunjukkan oleh tetangga tersebut.

Yah, aku harus kehilangan kucing lagi…
Desi memang lebih lama bersamaku daripada Jerry. Tapi kepergian Jejer lebih terasa menyakitkan. Mungkin karena aku berpikir, Desi menghadapi kematiannya dengan tenang, tanpa merasakan kesakitan. Sedang Jejer, dia menghadapi ajalnya dengan rasa sakit, bertarung dengan anjing yang ukuran tubuhnya beberapakali lebih besar dari tubuhnya.

Karena terlalu memikirkan Jerry, malamnya aku bermimpi tentangnya. Dia pulang ke rumah dengan tubuh penuh luka. Ia mundur ketika aku bermaksud menyentuhnya.

Percaya atau tidak, Jerry berkata kepadaku, dua hari lagi dia akan datang kembali. Lalu dia pergi….dengan tubuh penuh luka….

Kamade, 1 Oktober 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar