Suka dan duka, ternyata hanya seperti telapak tangan saja. Bisa berbalik sesaat saja.
Setelah mendapat kabar tiga buku diterima penerbit, beberapa hari kemudian duka menghentak hidupku. Jam enam pagi, tanggal 16 Juli 2011 bapakku tercinta (selalu kami panggil Bapa)menghembus nafas terakhirnya.
Sejak seminggu sebelumnya, Bapa sudah sakit. Tidak ada firasat dan pikiran apapun. Bapa memang sudah tua dan sering sakit seperti itu. Biasanya akan sembuh setelah dirawat.
Tapi kali ini tidak seperti biasa. Sejak jam tiga dini hari ketika itu, kondisi Bapa menurun. Hanya beberapa jam kemudian, Bapa menghembuskan nafas terakhirnya.
Ketika itu, aku menangis. Sungguh. Ketika nafas Bapa tinggal satu-satu, aku ingin berkata kepada Bapa, aku menyayanginya. Tapi tidak sepatah kata bisa kukatakan. Aku hanya bisa mengucapkan itu dalam hati, berdoa di dalam hati. Yang bisa kulakukan kepada Bapa hanyalah menggenggam tangannya, mengelus rambutnya, menyentuh pundaknya. Aku yakin Bapa tahu, aku menemaninya ketika ia hendak pergi menghadap Sang Pencipta.
Setelah Bapa pergi, pedih hati ini. Tidak ada hal apapun yang telah kulakukan untuk membahagiakan Bapa.
Kusadari betul, selalu bersedih tiada guna. Maka yang bisa kulakukan sekarang adalah mendoakan Bapa. Ditempatkan ia di tempat terindah di sisi Tuhan. Dimaafkan segala kesalahannnya dan dihapus dosanya.
Dan aku.....terus melanjutkan hidup. Meraih impianku dan keinginan Bapa.
Selamat jalan, Bapa. Doakan aku dari surga.
Turut berduka cita atas kepergian bapa Abang. Semoga beliau diterima di sisi-Nya dan menempati tempat indah di surga. Amin...
BalasHapusmas... semoga Bapanya mendapat tempat yang mulia di sisi Tuhan. Amin... :)
BalasHapusAmin. Amin. Amin. Terimakasih Lea dan Annesya. GBU all.
BalasHapus