Sekarang, aku ingin sedikit cerita tentang sepatu, sendal, dan sisir dalam kehidupanku.
Pertama, sepatu.
Tahun ini, aku sama sekali belum pernah pakai sepatu. Minggu lalu, aku sempat mimpi pergi ke undangan pernikahan saudara, pakai jas, dasi, dan sepatu. Perginya jalan kaki. Di perjalanan aku sempat berpikir, akhirnya tahun ini aku memakai sepatu juga. Begitu sampai tempat, ternyata acara sudah usai.
Tahun 2009, aku hanya dua kali memakai sepatu. Pertama, di bulan Januari, saat aku menghadiri pesta pernikahan sahabat terbaikku. Yang kedua, di bulan Desember saat mengikuti ujian CPNS.
Menurutku memakai sepatu itu ribet dan nggak santai. Nggak simple. Selain itu, kakiku sering berkeringat jika memakai sepatu. Alhasil harus pakai kaus kaki dan itu juga pasti basah. Makanya suka malu harus membuka sepatu saat bertamu, takut baunya menyebar kemana-mana.
Sekarang ini aku hanya punya satu pasang sepatu. Sepatu pantopel hitam yang kubeli saat wisuda tahun 2002. Sampai sekarang fisiknya masih bagus. Selain karena jarang dipakai juga karena memang kwalitas bagus. Aku beli dengan harga cukup mahal waktu itu (mahal menurut kantongku). Meski sepatuku hanya sepasang, tapi aku punya banyak kaus kaki. Lebih dari sepuluh pasang. Dulu aku terbiasa hanya memakai sekali lantas dicuci.
Kedua, sandal.
Kemana-mana tentu aku hanya memakai sandal. Jangan berpikir aku punya beberapa pasang sandal, karena aku hanya memiliki sepasang. Aku tidak terbiasa menyimpan sandal. Karena setiap membeli sandal baru, sandal yang lama pasti langsung kubuang. Aku beli sandal baru karena sandal lama sudah mengkhawatirkan secara fisik, tapi tidak jarang aku beli yang baru karena nggak nyaman dengan sandal lama.
Sekarang ini aku hanya punya sandal jepit, buatan bata. Harganya 50 ribu. Sandalku yang ini, sudah generasi ketiga. Maksudku, aku sudah membeli sandal serupa ini untuk yang ketiga kalinya. Yang pertama karena memang sudah tipis, dan yang kedua hilang sebelah. Aku suka sandal ini. Bukan karena murah, tapi karena ringan di kaki, dan yang terpenting, tapaknya kasar dan bergelombang. Jadi enak ketika harus berjalan di lantai yang amat licin.
Ketiga, sisir.
Sekarang, aku tak membutuhkan sisir dalam kehidupanku. Tahun ini, aku belum pernah menyisir rambut. Bahkan tahun lalu aku tidak pernah sisiran. Kecuali ketika tukang pangkas yang menyisir rambutku.
Aku lebih nyaman dengan rambut amat pendek. Waktu pangkas tinggal bilang TIGA SISIR sama tukang pangkas, langsung deh rambutku dibabat pakai babatan rambut itu (apa ya, namanya?)aku biasa dua bulan sekali pangkas rambut. Aku paling tidak tahan ketika ujung-ujung rambutku mulai menyentuh telinga. Rasanya gerah dan pengen marah melulu. :)
Jadi, apa maksudmu waktu itu ngotot minta kiriman kaos kaki dari Deny, San?
BalasHapusKaus kaki Deny buat nyumpal kaki lemari yang udah reot sebelah, Ret. hahahaha
BalasHapus