Pernah saya baca di sebuah tempat, sayang sudah lupa
di mana dan dikatakan siapa, bahwa koran Analisa merupakan koran daerah yang memberi peluang bagi
jenjang penulis fiksi. Pertama belajar menulis cerpen, ada rubrik Taman Riang
sebagai wadahnya. Semakin mahir, bisa kirim ke rubrik Taman Remaja &
Pelajar. Bertambah mahir lagi, rubrik Cerpen & Puisi siap menampung. Bagi
yang sudah ahli menulis cerpen, ruang Rebana-lah tempatnya.
Benarkah menulis cerita anak sampai cerita dewasa/sastra
serupa jenjang dalam pendidikan formal?
Pertanyaan ini berpeluang mendapat jawaban beragam.
Ada yang bilang iya, ada yang bilang tidak. Sebagian penulis, masih beranggapan
menulis cerita anak yang baik memang lebih mudah daripada menulis cerita dewasa.
Terima tidak terima, penulis cerita sastra dianggap
lebih ‘keren’ daripada penulis cerita anak. Seorang penulis dianggap hebat bila cerpennya pernah dimuat di
rubrik sastra, katakanlah Kompas. Namun, label hebat itu tidak tersemat bila
yang dimuat adalah cerpen anak.
Padahal sebenarnya, menulis cerita anak
tidaklah muda. Banyak rambu-rambu yang
tidak boleh dilanggar. Ketika menulis cerita dewasa, penulis bisa bermain
dengan kata-kata. Tidak di saat menulis
cerita anak. Pemahaman kosa kata anak yang terbataslah membuat penulis tidak
bebas bermain dengan kata-kata.
Pengertian Cerita Anak
Cerita anak adalah cerita yang ditujukan untuk
anak-anak hingga usia sekitar sebelas tahun. Korrie Layun Rampan berkata,
cerita anak adalah cerita sederhana yang kompleks. Dikatakan kompleks karena
struktur cerita anak serupa dengan struktur cerita dewasa. Susun bangun cerita
dimulai dari tema, alur, penokohan, latar dan gaya.
Tema dalam sebuah cerita anak haruslah sesuatu yang
baik dan bermanfaat bagi anak. Ada pesan moral yang disampaikan dalam tema,
tanpa harus terucap dari mulut salah satu tokoh. Apalagi dari mulut orang yang
lebih tua dari anak. Penokohan harus lengkap, baik kondisi fisik dan
karakternya. Anak-anak akan bosan membaca bila tokoh utama dalam cerita tidak
dia sukai.
Kalimat sederhana dan mudah dipahami adalah gaya
dalam penulisan cerita anak. Kalimat yang baik dalam cerita anak tidak selalu
kalimat tunggal. Namun mesti lugas dan tidak bertele-tele. Karena keterbatasan
kosa kata anak, penggunaan kata-kata asing maupun kalimat ambigu harus
diminimalisir bahkan ditiadakan.
Dihindari dalam Penulisan Cerita
Anak
Cerita anak dihadirkan bukan sekadar hiburan bagi
anak. Cerita anak yang baik adalah cerita yang menyelipkan pesan atau pelajaran
di dalamnya. Sayangnya, seringkali penulis cerita anak terjebak dalam
penyelipan pesan atau pelajaran di dalam cerita. Pesan disampaikan secara
gamblang dan terbuka.
Contoh sangat sederhana saja. Seorang anak asyik bermain
game sampai larut malam. Ia tidak belajar malam itu padahal besok ada ulangan
di sekolah. Di sini kerap penulis terjerembab. Penulis berpikir, karena ini
merupakan sebuah cerita anak yang perlu disisipi pesan kepada pembaca
anak-anak. Penulis menghadirkan tokoh orangtua. Memberi nasihat kepada anak,
bahwa ia harus belajar. Jika tidak, ia tidak akan bisa menyelesaikan soal-soal
ujian.
Percayalah. Pembaca anak pasti jenuh membacanya.
Anak merasa seperti sedang dinasihati orangtuanya. Seperti yang tertulis di atas, seorang anak
membaca untuk mencari hiburan. Bukan untuk mencari nasihat.
Untuk kasus di atas. Biarkan saja anak terus bermain
game, mendapat nilai rendah saat ujian. Bahkan paling rendah di kelas. Kemudian
si anak mendengar percakapan dua temannya yang mendapat nilai tertinggi, bahwa
kedua temannya itu belajar keras untuk mendapatkan nilai itu.
Sampai di sini pembaca anak akan berpikir sendiri.
Ternyata, untuk mendapatkan hasil terbaik, dibutuhkan usaha dan kerja keras. Apa
yang ia lakukan menjelang ulangan, tidak belajar dan malah bermain game sampai
larut adalah tindakan yang salah. Kena batunya lebih baik untuk anak daripada
ia dilarang maupun dinasihati berulang-ulang.
Pemilihan ‘kena batunya’ untuk anak pun harus
cermat. Tidak terlalu mengerikan yang justru mengguncang jiwa anak. Ini sebagai
contoh yang mengerikan. Meskipun selalu dilarang bermain di bawah hujan dan
petir, anak tetap melakukannya. Hingga suatu hari, saat anak bermain hujan
bersama teman-temannya. Sambaran petir membuat teman-temannya meninggal di
tempat kejadian. Sejak itulah si anak kapok bermain hujan.
Cerita di atas sebaiknya diperhalus. Ia tetap asyik
bermain hujan bersama teman-temannya. Malamnya si anak demam. Sampai di sini,
seringkali penulis tergoda untuk segera memasukkan pesan yang ingin
disampaikan. Maka dihadirkanlah tokoh ibu, memberinya nasihat. Tidak baik
bermain-main di bawah hujan, bisa membuatnya sakit. Karena sakit ibu jadi
repot, keluar duit untuk berobat. Bahkan harus absen dari sekolah. Padahal ada
ujian.
Bukan alur yang jelek. Namun kembali lagi ke atas.
Cerita seperti ini akan membuat pembaca anak merasa dinasihati untuk hal yang
tidak ia lakukan. Ia seolah berhadapan dengan ibu atau neneknya yang sedang
merepet.
Penyampaian pesan dalam cerita dapat dipermanis
dengan seperti ini. Ketika si anak sakit akibat mandi hujan, datang tantenya.
Si Tante bermaksud mengajaknya (dan kedua adiknya) belanja dan bermain ke mal.
Ia sedih karena terpaksa tidak bisa ikut. Ia berbaring sakit di tempat tidur
sembari membayangkan kebahagiaan kedua adiknya di mal.
Tamat. Tidak perlu menghadirkan tokoh ibu, bapak,
tante apalagi nenek untuk memberinya nasihat panjang kali lebar. Di sini,
pembaca anak akan merasa iba dengan si anak. Memposisikan dirinya sebagai si
anak, mengerti perasaan dan penyesalan si anak saat itu. Cerita seperti ini
akan memancing kreatifitas dan imajinasi pembaca anak.
Anak ibarat selembar kertas kosong. Apa yang termuat
dalam kertas berasal dari apa yang ia lihat, ia dengar, dan diberikan orang di
sekitarnya. Sebab itulah banyak rambu-rambu dalam cerita anak. Cerita anak yang
baik untuk anak setidaknya tidak mengandung unsur pornografi, diskriminasi, dan
kekerasan. Sebaiknya cerita anak berakhir dengan bahagia. Untuk cerita di atas,
bisa ditambah satu dua paragraf. Pulang dari mal, si Tante membelikannya benda
yang selama ini si anak idamkan.
Cerita anak memang sangat sederhana, namun tidak
mudah menghadirkan cerita anak yang baik dan disuka pembaca anak.
***
Binjai,
17 Agustus 2016. Penulis cerita anak. Buku terbarunya, Misteri Lukisan Tua,
kumpulan cerita misteri anak.
*Dimuat di Rubrik Rebana, Harian Analisa Medan, 28 Agustus 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar