Minggu, 04 September 2016

Cerita Anak, Bukan Tempat Belajar Menulis




Pernah saya baca di sebuah tempat, sayang sudah lupa di mana dan dikatakan siapa, bahwa koran Analisa merupakan  koran daerah yang memberi peluang bagi jenjang penulis fiksi. Pertama belajar menulis cerpen, ada rubrik Taman Riang sebagai wadahnya. Semakin mahir, bisa kirim ke rubrik Taman Remaja & Pelajar. Bertambah mahir lagi, rubrik Cerpen & Puisi siap menampung. Bagi yang sudah ahli menulis cerpen, ruang Rebana-lah tempatnya.

Benarkah menulis cerita anak sampai cerita dewasa/sastra serupa jenjang dalam pendidikan formal?

Pertanyaan ini berpeluang mendapat jawaban beragam. Ada yang bilang iya, ada yang bilang tidak. Sebagian penulis, masih beranggapan menulis cerita anak yang baik memang lebih mudah daripada menulis cerita dewasa.

Terima tidak terima, penulis cerita sastra dianggap lebih ‘keren’ daripada penulis cerita anak. Seorang penulis  dianggap hebat bila cerpennya pernah dimuat di rubrik sastra, katakanlah Kompas. Namun, label hebat itu tidak tersemat bila yang dimuat  adalah cerpen anak.

Padahal sebenarnya, menulis cerita anak tidaklah  muda. Banyak rambu-rambu yang tidak boleh dilanggar. Ketika menulis cerita dewasa, penulis bisa bermain dengan kata-kata.  Tidak di saat menulis cerita anak. Pemahaman kosa kata anak yang terbataslah membuat penulis tidak bebas bermain dengan kata-kata.

Pengertian Cerita Anak
Cerita anak adalah cerita yang ditujukan untuk anak-anak hingga usia sekitar sebelas tahun. Korrie Layun Rampan berkata, cerita anak adalah cerita sederhana yang kompleks. Dikatakan kompleks karena struktur cerita anak serupa dengan struktur cerita dewasa. Susun bangun cerita dimulai dari tema, alur, penokohan, latar dan gaya.

Tema dalam sebuah cerita anak haruslah sesuatu yang baik dan bermanfaat bagi anak. Ada pesan moral yang disampaikan dalam tema, tanpa harus terucap dari mulut salah satu tokoh. Apalagi dari mulut orang yang lebih tua dari anak. Penokohan harus lengkap, baik kondisi fisik dan karakternya. Anak-anak akan bosan membaca bila tokoh utama dalam cerita tidak dia sukai.

Kalimat sederhana dan mudah dipahami adalah gaya dalam penulisan cerita anak. Kalimat yang baik dalam cerita anak tidak selalu kalimat tunggal. Namun mesti lugas dan tidak bertele-tele. Karena keterbatasan kosa kata anak, penggunaan kata-kata asing maupun kalimat ambigu harus diminimalisir bahkan ditiadakan.

Dihindari dalam Penulisan Cerita Anak
Cerita anak dihadirkan bukan sekadar hiburan bagi anak. Cerita anak yang baik adalah cerita yang menyelipkan pesan atau pelajaran di dalamnya. Sayangnya, seringkali penulis cerita anak terjebak dalam penyelipan pesan atau pelajaran di dalam cerita. Pesan disampaikan secara gamblang dan terbuka.

Contoh sangat sederhana saja. Seorang anak asyik bermain game sampai larut malam. Ia tidak belajar malam itu padahal besok ada ulangan di sekolah. Di sini kerap penulis terjerembab. Penulis berpikir, karena ini merupakan sebuah cerita anak yang perlu disisipi pesan kepada pembaca anak-anak. Penulis menghadirkan tokoh orangtua. Memberi nasihat kepada anak, bahwa ia harus belajar. Jika tidak, ia tidak akan bisa menyelesaikan soal-soal ujian.

Percayalah. Pembaca anak pasti jenuh membacanya. Anak merasa seperti sedang dinasihati orangtuanya.  Seperti yang tertulis di atas, seorang anak membaca untuk mencari hiburan. Bukan untuk mencari nasihat.

Untuk kasus di atas. Biarkan saja anak terus bermain game, mendapat nilai rendah saat ujian. Bahkan paling rendah di kelas. Kemudian si anak mendengar percakapan dua temannya yang mendapat nilai tertinggi, bahwa kedua temannya itu belajar keras untuk mendapatkan nilai itu.

Sampai di sini pembaca anak akan berpikir sendiri. Ternyata, untuk mendapatkan hasil terbaik, dibutuhkan usaha dan kerja keras. Apa yang ia lakukan menjelang ulangan, tidak belajar dan malah bermain game sampai larut adalah tindakan yang salah. Kena batunya lebih baik untuk anak daripada ia dilarang maupun dinasihati berulang-ulang.

Pemilihan ‘kena batunya’ untuk anak pun harus cermat. Tidak terlalu mengerikan yang justru mengguncang jiwa anak. Ini sebagai contoh yang mengerikan. Meskipun selalu dilarang bermain di bawah hujan dan petir, anak tetap melakukannya. Hingga suatu hari, saat anak bermain hujan bersama teman-temannya. Sambaran petir membuat teman-temannya meninggal di tempat kejadian. Sejak itulah si anak kapok bermain hujan.

Cerita di atas sebaiknya diperhalus. Ia tetap asyik bermain hujan bersama teman-temannya. Malamnya si anak demam. Sampai di sini, seringkali penulis tergoda untuk segera memasukkan pesan yang ingin disampaikan. Maka dihadirkanlah tokoh ibu, memberinya nasihat. Tidak baik bermain-main di bawah hujan, bisa membuatnya sakit. Karena sakit ibu jadi repot, keluar duit untuk berobat. Bahkan harus absen dari sekolah. Padahal ada ujian.

Bukan alur yang jelek. Namun kembali lagi ke atas. Cerita seperti ini akan membuat pembaca anak merasa dinasihati untuk hal yang tidak ia lakukan. Ia seolah berhadapan dengan ibu atau neneknya yang sedang merepet.

Penyampaian pesan dalam cerita dapat dipermanis dengan seperti ini. Ketika si anak sakit akibat mandi hujan, datang tantenya. Si Tante bermaksud mengajaknya (dan kedua adiknya) belanja dan bermain ke mal. Ia sedih karena terpaksa tidak bisa ikut. Ia berbaring sakit di tempat tidur sembari membayangkan kebahagiaan kedua adiknya di mal.

Tamat. Tidak perlu menghadirkan tokoh ibu, bapak, tante apalagi nenek untuk memberinya nasihat panjang kali lebar. Di sini, pembaca anak akan merasa iba dengan si anak. Memposisikan dirinya sebagai si anak, mengerti perasaan dan penyesalan si anak saat itu. Cerita seperti ini akan memancing kreatifitas dan imajinasi pembaca anak.

Anak ibarat selembar kertas kosong. Apa yang termuat dalam kertas berasal dari apa yang ia lihat, ia dengar, dan diberikan orang di sekitarnya. Sebab itulah banyak rambu-rambu dalam cerita anak. Cerita anak yang baik untuk anak setidaknya tidak mengandung unsur pornografi, diskriminasi, dan kekerasan. Sebaiknya cerita anak berakhir dengan bahagia. Untuk cerita di atas, bisa ditambah satu dua paragraf. Pulang dari mal, si Tante membelikannya benda yang selama ini si anak idamkan.

Cerita anak memang sangat sederhana, namun tidak mudah menghadirkan cerita anak yang baik dan disuka pembaca anak.
***

Binjai, 17 Agustus 2016. Penulis cerita anak. Buku terbarunya, Misteri Lukisan Tua, kumpulan cerita misteri anak.

*Dimuat di Rubrik Rebana, Harian Analisa Medan, 28 Agustus 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar