Sabtu, 27 April 2019

Problem Festival Danau Toba Selalu Sama




Problem Festival Danau Toba Selalu Sama


Kalau bukan dari seorang teman yang berasal dari luar propinsi Sumatera Utara, saya belum tahu Festival Danau Toba (FDT)  2018 akan segera  berlangsung.  Ketika itu sang teman menghubungi saya sehari sebelum pelaksanaan. Saya bergegas mencari tahu di mesin google, dan benarlah FDT 2018 dimulai  tanggal 5 hingga 8 Desember 2018 di Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi.
Saya merasa ‘kecolongan’. Bagaimana tidak, tahun-tahun sebelumnya jauh hari saya sudah mengetahui tanggal serta tuan rumah FDT. Bukan saya yang mencari tahu, namun informasi itu saya dapatkan karena tanpa sengaja melihat spanduk yang terpasang di beberapa ruas jalan Kota Medan, maupun mendengar dari mulut ke mulut.
Untuk tahun ini, entah saya yang kurang mencari informasi atau pihak penyelenggara yang kurang melakukan sosialisasi. Namun karena salah satu tujuan utama FDT adalah mendatangkan wisatawan, seyogianya pihak pelaksana lebih gencar melakukan sosialisasi terhadap masyarakat.
Dengan tahun ini, total tiga kali berturut saya tidak mengunjungi FDT. Pengalaman berkunjung sebelumnya yang terasa begitu-begitu saja adalah penyebabnya. Membaca berita di media massa setelah FDT berakhir semakin memadamkan minat saya berkunjung ke FDT. Padahal khusus tahun ini, jika saya berkunjung ke FDT, saya mendapat bonus bertemu dengan teman yang saya sebut di atas. Teman dunia maya yang belum pernah bertatap muka.
Ada satu alasan utama yang bisa saya berikan. Yaitu,  waktu yang tidak tepat untuk saya.

FDT sepi pengunjung
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Dairi menargetkan sekitar 15 ribu wisatawan menghadiri FDT 2018. Beberapa hari setelah festival ini berakhir, setelah mencari di berbagai media saya tidak menemukan berapa kisaran pengunjung yang hadir di sana. Semua media tersebut  memberitakan bahwa hanya saat pembukaan festival saja dipadati wisatawan yang bergabung dengan masyarakat sekitar. Bahkan pengakuan teman saya, dia bersama rombongannya harus berjalan kaki sekitar satu kilometer sebab macetnya jalan menuju lokasi.  Hari selanjutnya, wisatawan sangat sepi, mengakibatkan ada pedagang imitasi cukup berdagang satu hari sebab penjualan tidak menutupi biaya sewa tempat. Secara keseluruhan, FDT 2018 dinilai gagal karena seperti digarap  asal-asalan.
Leonardo Sihotang selaku Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten berkata kegagalan mendatangkan 15 ribu wisatawan disebabkan kurangnya persiapan dan tidak ada koordinasi dan konsep. Lebih jauh menurutnya, Kabupaten Dairi hanya fasilisator tempat FDT. Semua kegiatan dipegang Dinas Pariwisata Provinsi Sumatera Utara.
Sebagai orang awam, tentu saja alasan ini tidak mudah diterima. Ini bukan kali pertama Dinas Pariwisata Provinsi Sumatera Utara menjadi penyelenggara FDT, dan penunjukan Kabupaten Dairi menjadi tuan rumah bukanlah seminggu sebelum pelaksanaan. Setiap tahunnya, alasan kurang persiapan selalu menjadi tameng kegagalan FDT. Tidakkah panitia  belajar dari kekurangan penyelenggaraan sebelumnya sehingga masih saja terulang?


Waktu yang Tidak Tepat
Di atas saya sebutkan, ada satu alasan  utama mengapa saya tidak berkunjung ke FDT tahun ini. Yah, waktu yang tidak tepat. Setiap ujung tahun saya harus pulang kampung. Pulang kampung, tentu saja membutuhkan dana lebih. Terlalu beresiko dana itu saya pakai di awal bulan. Ditambah lagi kampung saya berada di tepi Danau Toba, jadi untuk apa saya berkunjung ke sana bila akhir tahun pun saya akan melihat Danau Toba juga.  Memang FDT bukan sekadar Danau Toba, tetapi perlu kita ingat, bukankah beberapa kali penyelenggaraan FDT hanya begitu-begitu saja?
Tidak semua orang semiskin saya. Itu benar. Tapi pasti tidak sedikit yang memutuskan tidak berkunjung ke FDT karena di ujung tahun hendak berlibur. Yang juga perlu diperhatikan adalah  saat berlangsungnya FDT 2018 anak-anak sekolah sedang ujian di sekolah masing-masing. Ini pun akan mengurangi minat orang berkunjung ke FDT. Orangtua memang tidak bersekolah, tetapi tentu mereka lebih memilih mempersiapkan anak-anaknya ujian daripada berkunjung ke FDT.
Tahun berikutnya, bila FDT masih terus dilaksanakan, selain mengubah konsep secara drastis, waktu pelaksanaan pun juga harus diperhatikan. Libur Tahun Baru, libur Lebaran serta libur sekolah adalah pilihan yang tepat.  Berhubung libur Tahun Baru dan Lebaran wisatawan sudah membanjiri Danau Toba, saat libur  sekolah  di tengah tahun adalah pilihan paling utama. Alangkah baiknya juga FDT memiliki kalender yang tetap setiap tahunnya. Ini bertujuan untuk memudahkan pelaku bisnis traveling memasarkan kegiatan ini kepada wisatawan. Jadwal yang tidak tetap akan mengganggu jadwal perjalanan.
Namun, menurut saya pribadi, daripada meninjau ulang waktu pelaksanaan FDT, lebih baik memetieskan sementara kegiatan ini. Wisatawan sudah terlanjur menganggap FDT tidak menarik. Seperti teman saya yang berasal dari luar propinsi tersebut di atas, menurutnya FDT 2018 digarap asal-asalan sehingga kurang menarik. Mungkinkah beliau datang kembali pada FDT  tahun depan kemudian merekomendasikannya kepada orang lain?
Saya yakin tidak!
***


Dimuat di Rubrik Opini, Harian Analisa, 20 Desember 2018 





Tidak ada komentar:

Posting Komentar