Problem Festival Danau Toba Selalu Sama
Kalau bukan
dari seorang teman yang berasal dari luar propinsi Sumatera Utara, saya belum tahu
Festival Danau Toba (FDT) 2018 akan
segera berlangsung. Ketika itu sang teman menghubungi saya sehari
sebelum pelaksanaan. Saya bergegas mencari tahu di mesin google, dan benarlah
FDT 2018 dimulai tanggal 5 hingga 8
Desember 2018 di Kecamatan Silahisabungan, Kabupaten Dairi.
Saya merasa
‘kecolongan’. Bagaimana tidak, tahun-tahun sebelumnya jauh hari saya sudah
mengetahui tanggal serta tuan rumah FDT. Bukan saya yang mencari tahu, namun
informasi itu saya dapatkan karena tanpa sengaja melihat spanduk yang terpasang
di beberapa ruas jalan Kota Medan, maupun mendengar dari mulut ke mulut.
Untuk tahun
ini, entah saya yang kurang mencari informasi atau pihak penyelenggara yang
kurang melakukan sosialisasi. Namun karena salah satu tujuan utama FDT adalah
mendatangkan wisatawan, seyogianya pihak pelaksana lebih gencar melakukan
sosialisasi terhadap masyarakat.
Dengan tahun
ini, total tiga kali berturut saya tidak mengunjungi FDT. Pengalaman berkunjung
sebelumnya yang terasa begitu-begitu saja adalah penyebabnya. Membaca berita di
media massa setelah FDT berakhir semakin memadamkan minat saya berkunjung ke
FDT. Padahal khusus tahun ini, jika saya berkunjung ke FDT, saya mendapat bonus
bertemu dengan teman yang saya sebut di atas. Teman dunia maya yang belum
pernah bertatap muka.
Ada satu
alasan utama yang bisa saya berikan. Yaitu, waktu yang tidak tepat untuk saya.
FDT sepi pengunjung
Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Dairi menargetkan sekitar 15 ribu wisatawan
menghadiri FDT 2018. Beberapa hari setelah festival ini berakhir, setelah
mencari di berbagai media saya tidak menemukan berapa kisaran pengunjung yang
hadir di sana. Semua media tersebut
memberitakan bahwa hanya saat pembukaan festival saja dipadati wisatawan
yang bergabung dengan masyarakat sekitar. Bahkan pengakuan teman saya, dia
bersama rombongannya harus berjalan kaki sekitar satu kilometer sebab macetnya
jalan menuju lokasi. Hari selanjutnya,
wisatawan sangat sepi, mengakibatkan ada pedagang imitasi cukup berdagang satu
hari sebab penjualan tidak menutupi biaya sewa tempat. Secara keseluruhan, FDT
2018 dinilai gagal karena seperti digarap asal-asalan.
Leonardo
Sihotang selaku Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten berkata
kegagalan mendatangkan 15 ribu wisatawan disebabkan kurangnya persiapan dan
tidak ada koordinasi dan konsep. Lebih jauh menurutnya, Kabupaten Dairi hanya
fasilisator tempat FDT. Semua kegiatan dipegang Dinas Pariwisata Provinsi
Sumatera Utara.
Sebagai orang
awam, tentu saja alasan ini tidak mudah diterima. Ini bukan kali pertama Dinas
Pariwisata Provinsi Sumatera Utara menjadi penyelenggara FDT, dan penunjukan
Kabupaten Dairi menjadi tuan rumah bukanlah seminggu sebelum pelaksanaan.
Setiap tahunnya, alasan kurang persiapan selalu menjadi tameng kegagalan FDT. Tidakkah
panitia belajar dari kekurangan
penyelenggaraan sebelumnya sehingga masih saja terulang?
Waktu yang Tidak Tepat
Di atas saya
sebutkan, ada satu alasan utama mengapa
saya tidak berkunjung ke FDT tahun ini. Yah, waktu yang tidak tepat. Setiap
ujung tahun saya harus pulang kampung. Pulang kampung, tentu saja membutuhkan
dana lebih. Terlalu beresiko dana itu saya pakai di awal bulan. Ditambah lagi
kampung saya berada di tepi Danau Toba, jadi untuk apa saya berkunjung ke sana
bila akhir tahun pun saya akan melihat Danau Toba juga. Memang FDT bukan sekadar Danau Toba, tetapi
perlu kita ingat, bukankah beberapa kali penyelenggaraan FDT hanya
begitu-begitu saja?
Tidak semua
orang semiskin saya. Itu benar. Tapi pasti tidak sedikit yang memutuskan tidak
berkunjung ke FDT karena di ujung tahun hendak berlibur. Yang juga perlu
diperhatikan adalah saat berlangsungnya
FDT 2018 anak-anak sekolah sedang ujian di sekolah masing-masing. Ini pun akan mengurangi
minat orang berkunjung ke FDT. Orangtua memang tidak bersekolah, tetapi tentu
mereka lebih memilih mempersiapkan anak-anaknya ujian daripada berkunjung ke
FDT.
Tahun berikutnya,
bila FDT masih terus dilaksanakan, selain mengubah konsep secara drastis, waktu
pelaksanaan pun juga harus diperhatikan. Libur Tahun Baru, libur Lebaran serta
libur sekolah adalah pilihan yang tepat.
Berhubung libur Tahun Baru dan Lebaran wisatawan sudah membanjiri Danau
Toba, saat libur sekolah di tengah tahun adalah pilihan paling utama. Alangkah
baiknya juga FDT memiliki kalender yang tetap setiap tahunnya. Ini bertujuan
untuk memudahkan pelaku bisnis traveling memasarkan kegiatan ini kepada
wisatawan. Jadwal yang tidak tetap akan mengganggu jadwal perjalanan.
Namun,
menurut saya pribadi, daripada meninjau ulang waktu pelaksanaan FDT, lebih baik
memetieskan sementara kegiatan ini. Wisatawan sudah terlanjur menganggap FDT
tidak menarik. Seperti teman saya yang berasal dari luar propinsi tersebut di
atas, menurutnya FDT 2018 digarap asal-asalan sehingga kurang menarik. Mungkinkah
beliau datang kembali pada FDT tahun
depan kemudian merekomendasikannya kepada orang lain?
Saya yakin
tidak!
***
Dimuat di Rubrik Opini, Harian Analisa, 20 Desember 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar