Siang tadi, aku ketemu teman kuliah di Gramedia Gajah Mada. Di parkiran, aku sudah melihatnya. Meski sudah delapan tahun tak bertemu, aku tak harus bersusah-susah untuk mengingat namanya. Karena semasa kuliah dulu, kami lumayan akrab. Beberapa kali pernah jalan bersama. Selain itu, menurutku, tidak banyak perubahan yang terjadi pada dirinya, terlebih pada wajahnya.
Aku tak bermaksud menyapanya. Justru aku berusaha untuk tak dia lihat. Bukan karena aku sombong, hanya saja dari pengalaman ketemu teman lama, aku selalu jengah dengan pertanyaan-pertanyaan mereka. Aku melangkah gegas. Sebelum masuk Gramedia, aku sempatkan cek saldo di ATM.
Saat baca-baca buku di lantai dua, apes, seseorang menepuk pundakku dari samping. Aku pura-pura kaget ketika mendapati wajah si teman tadi di depanku.
Inilah sedikit percakapan diantara kami:(dengan bahasa Medan)
Teman :Udah kutengok tadi kau di parkiran. Tapi aku ragu itu kau. Gemuk kali kau sekarang.
Aku : (cuma senyum)
Teman : kerja dimana kau? (ini satu hal kenapa aku menghindarinya)
Aku : nggak kerja.
Teman : berapa anakmu? (bahkan dia tak lagi bertanya aku sudah nikah apa belum)
Aku : tiga. kembar tiga.
Percakapan terus berlanjut. Seperti kutebak, dia bekerja di kantoran, sudah menikah dan punya anak. Sementara aku? Penulis freelance dan belum menikah, apalagi punya anak.
Lalu kami berpisah, tanpa tukaran nomor ponsel. Yah, pengalaman bertemu teman-teman lama membuatku pintar sedikit berbohong. Tak penting kukatakan aku belum menikah, karena pengakuan hanya membuat mereka menatapku dengan iba. Mengenai pekerjaan, aku lebih suka mengatakan tidak bekerja daripada harus mengatakan kerja di bank anu atau kantor ani.
Tapi, aku pernah bertemu teman kuliah juga. Sedari kuliah dia memang rada angkuh. Pada pertemuan tak sengaja kami itu, kulihat penampilannya sangat parlente. Aku tak mau dia memandangku rendah. Kukatakan aku bekerja di sebuah bank pemerintah dan sudah menikah dengan tiga anak (tetap tiga anak lelaki, kembar).
Dan yah, dia lebih ramah. Mungkin karena dia berpikir, aku bukan si taik-taik. Setelah pertemuan itu, kami tak lagi pernah bertemu atau berhubungan. Jadi haruskah kukatakan aku hanya penulis frelance dan belum menikah kepada setiap orang yang bertanya?
Tentu tidak, kan?
Catatan: semua teman kuliahku cowok.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar